Selasa, 16 Desember 2014
sengketa wilayah dengan negara tetangga
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan kewarganegaraan dalam berbangsa bertanah air, sehingga sadar terhadap tanggung jawab kita terhadap bangsa dan tanah air tercinta ini.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca, teman-teman, maupun dosen untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Samarinda, 09 Desember 2014
Penyusun
Andri Wijaya
NIM : 14 612 039
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR
BAB I : SENGKETA WILAYAH / INTERNASIONAL DENGAN NEGARA ASING ...........
1. Terjadinya Persengketaan Wilayah Indonesia Dengan Negara Asing .. ................................................................................................................
2. Tindakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Persengketaan dengan Negara Asing .............................................................................
3. Akibat-Akibat Yang Akan Terjadi Terhadap Adanya Sengketa dengan Negara Asing ..........................................................................................
a. Terorisme ....................................................................................
b. Rezim yang berkuasa disuatu negara ..........................................
c. Budaya .........................................................................................
d. Wilayah teritorial .........................................................................
e. Intervensi suatu negara terhadap negara lain .............................
f. Sumber daya alam .......................................................................
BAB II : KESIMPULAN .............................................................................................
1. Apakah Anda Setuju Terhadap Adanya Sengketa Wilayah / Internasional ..........................................................................................
2. Apa Yang Akan Anda Lakukan Sebagai Warga Negara Indonesia Terhadap Sengketa Wilayah / Internasional ..........................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
SENGKETA WILAYAH / INTERNASIONAL DENGAN
NEGARA ASING
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan:
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sengketa internasional adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lainnya.
Istilah “sengketa internasional” (International disputes) mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara Negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara Negara disatu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan Negara di pihak lain.
1. Terjadinya Persengketaan Wilayah Indonesia dengan Negara Asing
Persengketaan terjadi karena beberapa hal antara lain :
A. Kesalahpahaman tentang suatu hal, sehingga terjadi perselisihan terhadap antar wilayah / negara.
B. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
C. Dua wilayah / negara berselisih pendirian tentang suatu hal yang memungkinkan terjadinya sengketa.
D. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional.
Contoh sebab timbulnya sengketa wilayah bahkan internasional yang saat ini sedang terjadi yaitu antara Indonesia dengan Negara Tetangga (Malaysia).
Dalam sengketa perbatasan wilayah dengan Malaysia, Indonesia tidak selayaknya bersikap lembek. Karena kuncinya ada dalam Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS, yang justru merupakan hasil perjuangan para diplomat kawakan kita pada masa lalu.
Mengherankan bila dalam ingar-bingar masalah penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan sengketa perbatasan RI-Malaysia tidak cukup terdengar suara keras dari jajaran Pemerintah Indonesia mengenai konvensi yang dihasilkan para diplomat Indonesia dengan susah payah.
Salah satu pokok persoalan terkait sengketa perbatasan laut itu adalah keengganan Malaysia memperbaiki kembali peta wilayah tahun 1979-nya dengan ketentuan UNCLOS 1982. Padahal, Malaysia juga meratifikasi kesepakatan hukum laut internasional (UNCLOS) itu. Dengan demikian, dari sisi ini saja, Indonesia berada di ”atas angin” dan sudah seharusnya menekan Malaysia segera menyesuaikan diri dengan ketentuan hukum laut PBB itu.
Peta Malaysia Bermasalah
Perlu diingat kembali, ketika Malaysia mengumumkan peta wilayahnya pada tahun 1979, negara-negara tetangga Malaysia, termasuk Indonesia, langsung memprotes peta wilayah itu yang seenaknya saja mencaplok wilayah negara-negara mereka.
Menurut kebiasaan hukum internasional, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Perjanjian Internasional, Keamanan, dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno, jika klaim atas sebuah wilayah oleh sebuah negara tidak mendapatkan protes dari negara lain, setelah dua tahun klaim itu dinyatakan sah.
Dalam kasus peta Malaysia 1979, Indonesia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan beberapa negara lainnya langsung memprotes. Dengan demikian, peta Malaysia 1979 tidak punya kekuatan secara internasional.
Oleh karena itulah, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tunduk apalagi mengakui peta Malaysia yang bermasalah itu.
Sebaliknya, setelah berlakunya UNCLOS, Indonesia segera menyesuaikan peta wilayah sesuai ketentuan hukum laut internasional. Sebagaimana negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia mendapatkan sejumlah keistimewaan untuk menarik garis batas wilayahnya sehingga wilayah negara kepulauan berada dalam satu kesatuan.
Sebagai negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia berhak menarik garis di pulau-pulau terluar sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 UNCLOS. Hal yang sama tidak berlaku untuk Malaysia, yang tidak termasuk kategori negara kepulauan, tetapi berusaha menempatkan diri sebagai negara kepulauan sehingga bisa menggunakan keistimewaan sebagai negara kepulauan itu.
2. Tindakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Persengketaan dengan Negara Asing
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan dalam menghadapi sengketa wilayah tidak lain ialah dengan cara perdamaian / menghindari adanya perang senjata. Salah satu contoh perselisihan di laut Tiongkok Selatan.
Dalam kasus lain, saat ini bangsa Indonesia telah mengalami perselisihan atau tidak sependapat dengan negera tetangga, sehingga terjadinya sengketa wilayah. Sebagai contoh kasus Ambalat yang telah terjadi Tiga Tahun silam.
Belajar dari kasus Sipadan – Ligitan yang juga dengan Malaysia, Indonesia tidak boleh terlena dengan janji serta upaya hukum dari Malaysia. Indonesia telah kalah telak pada persidangan Mahkamah Internasional di Den Haag serta kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan. Strategi ulur waktu (buying time) untuk pengumpulan data maupun perolehan dukungan internasional oleh Malaysia seperti dilakukan dalam menggarap kasus Sipadan – Ligitan sungguh sangat jitu. Oleh karena itu seyogyanya Indonesia tidak menganggap enteng dalam kasus Ambalat ini.
Konsesi minyak oleh Malaysia di wilayah Indonesia
Pada 16 Februari 2005 Pemerintah Indonesia telah memprotes pemberian konsesi minyak di Ambalat, Laut Sulawesi (wilayah Indonesia) kepada Shell, perusahaan minyak Belanda oleh Pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas. Berita tersebut diklarifikasi oleh Departemen Luar Negeri RI (Deplu) melalui siaran pers tanggal 25 Februari 2005, yang kemudian menimbulkan reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Suatu kejutan spontanitas kemudian terjadi di mana-mana. Tanpa menunggu komando, masyarakat di berbagai kota berdemonstrasi dan menghimpun sukarelawan untuk menghadapi Malaysia. Kemarahan tersebut dipicu oleh berbagai perasaan kecewa terhadap sikap Malaysia antara lain dalam masalah TKI dan terlepasnya pulau Sipadan – Ligitan dari kekuasaan RI bulan Desember 2002.
RI akan selesaikan dengan cara damai
Belajar dari pengalaman dan menyimak kejadian yang sebenarnya, makna konflik blok Ambalat bukankah sekedar persoalan benar-salah atau kalah-menang. Namun harus diselesaikan dengan jernih dan proporsional. Langkah Presiden SBY yang pada 8 Maret 2005 melakukan peninjauan langsung ke wilayah Ambalat yang disengketakan itu sangat tepat. Peninjauan tersebut juga melengkapi komunikasi Presiden SBY dengan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi yang membuahkan kesamaan pendapat bahwa persengketaan di Ambalat harus dapat diatasi dengan cara damai.
Sebaiknya bagaimana pendirian Indonesia?
Menghadapi Malaysia, Indonesia tidak boleh lengah sedetikpun atau mundur selangkahpun. Bersamaan dengan itu harus pula dapat dibuktikan bahwa Blok Ambalat dan Ambalat Timur adalah wilayah Indonesia. Sengketa di Ambalat tidak akan terlepas dari ekses perebutan pulau Sipadan – Ligitan. Agar tidak terulang nasib kekalahan Indonesia dalam kasus Sipadan – Ligitan, maka untuk menetapkan keabsahan status kawasan Ambalat tidak diperlukan dialog basa-basi. Secara substansial, posisi Indonesia sudah cukup kuat. Namun dalam praktik harus tetap pada tingkat kewaspadaan tinggi, mengingat fakta bahwa sejujurnya Indonesia telah “kecolongan” atas lepasnya pulau Sipadan – Ligitan sebagai akibat dari suatu “kelalaian”.
Sehubungan dengan penegasan Presiden SBY bahwa konflik Ambalat diselesaikan melalui cara damai, kata kuncinya adalah bagaimana Indonesia berkemampuan dalam berdiplomasi. Faktor ini sangat penting manakala Indonesia tidak ingin mengulangi pengalaman pahit atas kekalahan dalam sengketa Sipada – Ligitan tersebut.
Indonesia negara kepulauan
Perlu disadari bahwa melalui suatu perjuangan panjang Indonesia telah resmi menjadi salah satu dari sedikit negara kepulauan (archipelagic state) di dunia berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional atau UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea) tahun 1982. Sebagai perwujudannya, maka dibuat UU No.6/1996 tentang Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No.4/1960. Amanat dalam UNCLOS 1982 antara lain adalah keharusan Indonesia membuat peta garis batas, yang memuat kordinat garis dasar sebagai titik ditariknya garis pangkal kepulauan Indonesia. Namun dalam UU No.6/1996 tidak memuat peta garis batas Indonesia. Kewajiban ini tidak segera dilakukan oleh Indonesia, namun justru Malaysia yang berinisiatif membangun fasilitas dan kemudian mengklaim Sipadan – Ligitan sebagai bagian dari wilayahnya. Ini hanya mungkin bisa terjadi sebagai akibat dari “kelalaian” dan terbukti, sebagaimana dikatakan oleh Malaysia, kedua pulau tersebut tidak diurus oleh Indonesia. Apa yang dilakukan Malaysia dapat diterima dan bahkan memperkuat pertimbangan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) untuk menetapkan Malaysia sebagai negara yang berhak atas pulau Sipadan dan Ligitan. Kabarnya Malaysia juga berusaha melakukan hal serupa terhadap Pulau Natuna, dengan cara membangun pulau tersebut sebagai daerah tujuan wisata.
Peta Malaysia tahun 1979
Taktik/strategi coba-coba yang membuat Malaysia berhasil dalam perebutan Sipadan – Ligitan sekali lagi sedang dilakukan untuk meraup Blok ND 6 (Y) dan ND 7 (Z) sebagai bagian wilayahnya. Malaysia hanya merubah sebutan tempat tersebut untuk membuat kesan beda dengan wilayah garapan Indonesia, yaitu Blok Ambalat dan Ambalat Timur. Manuver Malaysia tidak saja dengan memberikan konsesi minyak di blok tersebut kepada Shell, namun juga tindakan provokasi di batas perairan wilayah kedua negara sekaligus mengganggu pembangunan mercu suar di Karang Unarang milik Indonesia. “Keberanian” Malaysia dalam hal ini berbekal asumsi atas “rumus” yang dibuatnya sendiri dengan menarik garis pantai dari wilayah teritorial laut pulau Sipadan – Ligitan. Padahal berdasarkan UNCLOS Malaysia adalah bukan negara kepulauan dan tidak berhak menarik garis pangkal dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar sebagaimana dimiliki negara kepulauan seperti Indonesia.
Ulah Malaysia mengklaim Sipadan – Ligitan kemudian Blok Ambalat dan East Ambalat, semata-mata berdasarkan peta 1979 yang diterbitkan secara sepihak dan sudah diprotes oleh Indonesia serta beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Adanya protes tersebut dan setelah diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, seharusnya Malaysia sudah tidak lagi menggunakan peta tersebut. Namun setelah berhasil merebut pulau Sipadan dan Ligitan maka Malaysia berani “mencoba” melangkah maju lagi. Target yang dituju adalah kepemilikan Blok ND 6 dan ND 7 yang kaya dengan kandungan minyak tersebut. Spekulasi Malaysia selanjutnya adalah mencari celah-celah agar Indonesia mau diajak berunding dan bilamana perlu hingga ke Mahkamah Internasional. Di Den Haag nanti, Malaysia punya “bargaining position” atas peran Shell, perusahaan minyak Belanda. Sebagai perusahaan transnasional, pasti dibalik Shell terdapat kekuatan lain yang cukup berbobot dan berpengaruh. Sedangkan Indonesia hanya sendirian dan tidak mempunyai “bargaining position” yang menjanjikan.
Tumpang tindih “lahan” penjualan
Indonesia sebetulnya tidak harus bersusah payah menghadapi kasus Ambalat, seandainya sejak awal secara konsisten tetap mengawasi dan mengikuti perkembangan terhadap konsesi yang telah diberikan kepada beberapa perusahaan minyak asing di Blok Ambalat dan Ambalat Timur. Di kawasan tersebut sejak tahun 1967 Indonesia telah membuka peluang bisnis kepada perusahaan minyak seperti Total Indonesie PSC, British Petroleum, Hadson Bunyu BV, ENI Bukat Ltd. dan Unocal, yang selama ini tidak ada reaksi apapun dari Malaysia. Jelasnya kegiatan Indonesia telah berlangsung jauh sebelum rekayasa Malaysia yang secara unilateral membuat peta tahun 1979.
Ada semacam kejanggalan bahwa pada tahun 1967 Pertamina memberikan konsesi minyak kepada Shell, namun oleh Shell kemudian diberikan lagi kepada perusahaan minyak ENI (Italia). Petunjuk ini perlu untuk diketahui, mengingat ada nuansa kesamaan dengan pemberian konsesi minyak oleh Petronas kepada Shell yang sekarang sedang diributkan itu. Pada saat ini Blok Ambalat dikelola ENI sejak tahun 1999 dan East Ambalat oleh Unocal (AS) tahun 2004 (Desember). Timbul pertanyaan, mengapa sampai terjadi tumpang tindih bahwa Malaysia dapat “menjual” asset negara lain yang adalah sebagai pemilik yang sah? Lagipula yang menjadi obyek masih sedang aktif dikelola. Sekali lagi Indonesia telah “kecolongan” akibat “kelalaian” juga.
Memenangkan perundingan
Dari catatan tersebut di atas, inti persoalan timbulnya konflik adalah akibat akal-akalan Malaysia yang bersikukuh dengan peta tahun 1979 dan berbuntut perolehan hak atas Sipadan – Ligitan. Malaysia juga tidak jujur dalam memaknai secara utuh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 yang juga telah ikut ditandatanganinya.
Menanggapi protes Indonesia, Malaysia menjawab (25 Februari 2005) bahwa yang sedang disengketakan itu adalah perairan Malaysia. Meskipun menyatakan ingin menghindarkan konfrontasi dengan Indonesia, namun dalam berbagai kesempatan Menlu Malaysia, Syed Hamid Albar mengatakan bahwa Malaysia tidak akan berkompromi soal kepentingan teritorial dan kedaulatan.
Posisi Malaysia cukup jelas, yaitu tidak konfrontasi dengan Indonesia namun mengajak berunding dan harus melindungi keutuhan teritorial. Sedangkan Indonesia berkewajiban untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tibalah saatnya sekarang kedua negara bertetangga dan serumpun ini saling berhadapan untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya. Perhitungan Malaysia tentu merujuk pengalaman masa lalunya untuk kembali memenangkan perundingan dengan Indonesia. Mengantisipasi bilamana terjadi perundingan, diperkirakan akan terdapat tiga kemungkinan. Yaitu pertama, Indonesia tetap dapat mempertahankan haknya; kedua, Malaysia berhasil merebut Ambalat; atau ketiga, berunding dengan difasilitasi oleh pihak ketiga. Apabila gagal semuanya, bukan tidak mungkin bisa terjadi perang. Namun yang terakhir ini tentu sulit karena keduaanya terikat kepada kesepakatan Asean. Dalam hal mengundang pihak ketiga, dari pengalaman Sipadan – Ligitan kemungkinan Indonesia akan dirugikan. Pertemuan bilateral antara Menlu RI dan Menlu Malaysia pada Mei 2005 hasilnya belum banyak diketahui oleh publik.
Indonesia masih harus dapat memilih secara tepat beberapa alternatif apakah perundingan bilateral saja, melalui jasa High Counsel Asean, Tribunal UNCLOS atau ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice). Pemerintah juga harus melengkapinya dengan berbagai peraturan yang memperkuat posisi Indonesia di arena perundingan nanti. Seperti dimaklumi, Peraturan Pemerintah (PP) No.38 Tahun 2002 tentang Daftar Kordinat Geografi Titik-titik Pangkal Kepulauan Indonesia juga disiapkan saat menghadapi persidangan kasus Sipadan – Ligitan di Mahkamah Internasional, namun kurang manfaat karena kalah berpacu dengan waktu. Sekarang PP tersebut harus segera diubah karena di dalamnya masih ada Sipadan dan Ligitan.
Belajar dari kasus
Mengambil pelajaran dari proses perebutan Sipadan – Ligitan, maka dalam kasus Ambalat ini Indonesia harus lebih berhati-hati dan menjaga agar tidak terjebak. Dalam kasus Sipadan – Ligitan ternyata Mahkamah Internasional di Den Haag tidak mau melihat argumentasi hukum dan sejarah, namun lebih menekankan kepada keseriusan negara pihak dalam mengurus asset. Oleh karena itu dalam adu argumentasi nanti harus lebih diperkuat hingga dapat memerinci saat-saat paling mutakhir. Harus dikaji pula secara lebih mendalam sejauh mana peran dan keterlibatan Shell dalam kasus ini.
Sebagai negara yang jauh lebih besar dibandingkan Malaysia, Indonesia harus bersikap tegas dan konsisten. Pada kasus Sipadan – Ligitan, awalnya Indonesia terkesan sangat percaya diri. Namun setelah persidangan berlangsung, belakangan diketahui bahwa tim perunding Indonesia ternyata kurang persiapan dan kurang kordinasi. Oleh karenanya untuk ke depan Indonesia harus lebih siap lagi. Tentunya tidak hanya yang substansial, namun juga yang non-substansial termasuk jiwa patriotisme harus juga dikedepankan. Tim perunding Indonesia harus mampu menandingi semangat kebangsaan Malaysia. Sebelum memperoleh penegasan sikap Indonesia yang jelas, Malaysia sudah menyatakan tekadnya untuk “mempertahankan” teritorial dan kedaulatan. Padahal yang dimaksud “teritorial dan kedaulatan” tersebut masih dalam status sengketa dan masuk wilayah Indonesia. Dengan kata lain Malaysia bermaksud merebut teritorial negara lain. Sikap tegas Malaysia tersebut dapat diartikan bahwa Malaysia sudah siap untuk “menantang” Indonesia. Tinggal sekarang yang perlu dipikirkan adalah strategi Indonesia untuk menghadapi tantangan tersebut. Akhirnya dari semua itu, kemampuan Indonesia dalam berdiplomasi akan diuji kembali. Pekerjaan rumah bagi Deplu untuk mengukir sejarah kebesaran bangsa Indonesia.
3. Akibat-Akibat Yang Akan Terjadi Terhadap Adanya Sengketa dengan Negara Asing
Banyak aspek yang akan terjadi jika, sengketa wilayah terjadi pada negara Indonesia, dan bukan hanya negara Indonesia saja yang mengalami dan merasakan dampaknya, tetapi juga negara-negara tetangga yang terlibat dalam persengketaan wilayah. Hal – hal yang terjadi antara lain :
A. Terorisme
B. Rezim yang berkuasa disuatu negara
C. Budaya
D. Wilayah teritorial
E. Intervensi suatu negara terhadap negara lain
F. Sumber daya alam
A. Terorisme
Penyebab pertama sengketa internasional adalah terorisme. kita sendiri tahu, terorisme sebagai hal yang ditakutkan tiap negara, karena bisa mengganggu stabilitas keamanan negara tersebut, bahkan keamanan Internasional. Ambil contoh tragedi World Trade Center di Amerika Serikat yang diserang kelompok teroris yang diduga berasal dari Timur Tengah. Semenjak kejadian yang mengahantam harga diri Amerika Serikat tersebut, Amerika dengan gencar mengincar kelompok teroris tersebut. bahkan meyerukan kepada dunia kalau terorisme tersebut sangat berbahaya dan menjadi musuh bersama sebagai penjahat Internasional.
B. Rezim yang berkuasa disuatu negara
ya, inilah masalah yang sedang menjadi perhatian dunia Internasional. Masalah yang disebabkan rezim pemimpin yang berkuasa dalam suatu negara, yang memimpin terlalu lama tapi memberikan dampak buruk terhadap perkembangan negaranya. Dan menyebabkan pemberontakan oleh rakyatnya sendiri agar mundur dari rezimnya.
C. Budaya
Masalah ketiga yang jadi penyebab Sengketa Internasional adalah masalah budaya. Sebagai contoh dari masalah yang dialami negara Indonesia, atas negara tetangga yang selalu bersitegang, Malaysia. Masalah dimulai akibat anggapan sepihak dari pihak tetangga yg mengklaim beberapa budaya khas Indonesia, seperti batik, reog ponorogo, makanan daerah, serta lagu daerah. Mungkin masih banyak lagi. Pihak Indonesia hingga melaporkan masalah ini ke PBB yang mengurusi bagian budaya yaitu UNESCO, untuk menyelesaikan masalah ini. Dan akhirnya, batik resmi adalah hak cipta dan milik Indonesia.
D. Wilayah teritorial
penyebab selanjutnya adalah disebabkan oleh Wilayah Teritorial. tak usah dipungkiri, kita semua tahu, banyak konflik antar negara atau pun antar kelompok dalam satu negara memperebutkan wilayah kekuasaan atau teritorial. contoh paling mendunia adalah masalah perbatasan Korea, antara Korea Selatan dan Utara yang akhirnya berpisah menjadi dua negara. Begitu juga di Veitnam, yang bahkan menyebabkan pecahnya perang Vietnam. Begitu juga perebutan jalur Gaza oleh pihak Israel dan Palestina.
E. Intervensi atas Kedaulatan Suatu Negara
Masalah ini dianggap sebagai ulah "jahil" atau ulah "iseng" suatu negara yang ingin mengusik kedaulatan suatu negara. Yang biasanya didasarkan kepentingan tertentu. ambil contoh Intervensi dan invasi Amerika Serikat ke Irak, atas dasar tujuan ingin menguasai minyak di negara tersebut. hasilnya, negara Irak sekarang menjadi porak poranda dan ditinggalkan begitu saja oleh pihak Amerika dan sekutunya. Masalah ini sempat menjadi sengketa Internasional yang berlarut-larut beberapa tahun terakhir.
F. Sumber daya alam
Sumber Daya Alam (SDA) . masalah ini pernah dialami oleh negara kita, yaitu ketika proses yang melibatkan negara tetangga ketika memperebutkan blok ambalat, yang kita ketahui disitu memiliki SDA minyak yang tinggi. Masalah ini belum terselesaikan. contoh lain mungkin seperti kasus sebelumnya diatas, ketika Amerika menyerang Irak untuk mengambil minyak disana.
BAB II
KESIMPULAN
Berdasarkan dari materi persengketaan wilayah dari bab 1 maka dapat saya simpulkan beberapa hal mengenai sengketa wilayah / internasional yang terjadi saat ini maupun beberapa tahun terakhir, dan hal – hal yang harus dilakukan sebagai warga negara.
1. Apakah Saya Setuju Terhadap Adanya Sengketa Wilayah / Internasional ?
“Tentu saja tidak,..
Alasan,.. Jelas sudah saya bahas di bab pertama mengenai akibat dampak
Adanya sengketa wilayah / internasional, karena akan merugikan setiap
Negara yang mengelami perselisihan antar negara lain, bukan hanya itu
Saja yang terjadi, tetapi dampak yang ditimbulkan adalah
Negara-negara tetangga lainnya juga akan merasakan akibat Dari perselisihan atau sengketa dari kedua negara
yang sedang mengalami perselisihan”.
2. Apa Yang Akan Anda Lakukan Sebagai Warga Negara Indonesia Terhadap Sengketa Wilayah / Internasional ?
“saat ini,..
Negara kita ini juga sedang mengalami hal demikian yaitu berselisihan
Dengan negara tetangga, hingga saat ini belum juga berakhir.
Lalu apa yang saya harus lakukan...???”
“sebagai warga negara biasa tidak banyak yang bisa saya lakukan,
Cukup dengan mendukung segala yang dilakukan pemerintah terhadap sengketa wilayah dengan negara tetangga demi kemakmuran bangsa indonesia, dan juga mendukung pemerintah dalam mengambil tindakan kebijakan tanpa perang”.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bakosurtanal.go.id/
http://taufikafandii.blogspot.com/2014/05/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan.html
http://belanegarari.com/2012/06/15/sengketa-daerah-perbatasan-indonesia-dan-malaysia/
http://juwita-art.blogspot.com/2013/03/pengertian-sengketa-internasional.html
http://hankam.kompasiana.com/2013/04/09/bagaimana-indonesia-mengambil-sikap-tentang-ketahanan-nasional-negaranya-544650.html
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2014/05/07/indonesia-china-line
http://www.ceriwis.com/lounge/1014664-sengketa-internasional-penyebab-akibat-penyelesaiannya/
Langganan:
Postingan (Atom)